Total Tayangan Halaman

Kamis, 14 April 2016

Mendeteksi Kangker Serviks Secara Dini


Sebanyak 99.7% kasus kanker serviks disebabkan oleh Human Papilloma Virus (HPV) onkogenik tipe risiko tinggi. Kurang lebih 50% orang yang sudah aktif secara seksual, sekali dalam hidupnya pernah terinfeksi HPV, baik laki-laki maupun perempuan. Namun, wanita yang melakukan hubungan seksual pertama pada usia muda (16-21 tahun) dan mempunyai banyak pasangan seks, merupakan kelompok yang sangat rentan dan berisiko tinggi terinfeksi HPV. Dan, adanya infeksi HPV onkogenik tipe risiko tinggi yang menetap perlu mendapat perhatian sebagai penyebab kanker serviks.

Berikut ini kelompok berisiko mengalami infeksi HPV yang menetap tersebut, antara lain : wanita berusia di atas 30 tahun, perokok, penderita gangguan sistem kekebalan tubuh (seperti AIDS), dan peminum steroid (seperti pada penderita Systemic Lupus Erythematosus).

Setiap jam ada satu wanita Indonesia yang meninggal karena kanker serviks (leher rahim), dan satu keluarga yang berduka karena kehilangan sosok ibu/pasangan hidup/puteri.

Kanker serviks merupakan keganasan pada bagian terendah dari rahim yang menonjol ke puncak liang sanggama (vagina). Perubahan sel normal pada serviks menjadi sel kanker memakan waktu sekitar 10-20 tahun, sehingga sebetulnya masih ada kesempatan cukup lama untuk mendeteksi dan menanganinya sebelum benar-benar menjadi kanker serviks.

Pada stadium awal, kanker serviks seringkali tidak segera menunjukkan gejala yang khas atau bahkan tidak bergejala. Sejalan dengan berkembangnya kanker, bisa menimbulkan gejala seperti perdarahan setelah senggama, keputihan atau keluar cairan encer dari vagina, perdarahan setelah menopause, dan keluar cairan kekuningan berbau serta bercampur dengan darah. Sayangnya, saat gejala itu muncul, tingkat kesembuhannya sudah sangat kecil. Padahal, bila bisa terdeteksi sejak stadium awal, masih ada peluang kesembuhan yang tinggi.

Kanker stadium awal meski tidak bergejala, bisa dideteksi melalui pemeriksaan rutin dengan melakukan beberapa hal berikut ini:

1. Pemeriksaan sitologi (pap smear) Pap smear merupakan suatu tes sederhana untuk memeriksa kesehatan serviks dengan cara mengambil sel-sel pada serviks guna mengetahui ada atau tidaknya sel-sel abnormal. Saat ini tersedia dua metode pap smear, yakni konvensional (metode lama) dan sitologi serviks berbasis cairan (metode baru). Metode baru memberikan hasil yang lebih jelas, dan dalam satu sampel dapat digunakan untuk pemeriksaan HPV DNA.

2. Pemeriksaan HPV DNA HPV DNA merupakan pemeriksaan molekuler untuk mengetahui ada atau tidaknya HPV risiko tinggi pada sel-sel yang diambil dari serviks. Bila diketahui ada HPV risiko tinggi dalam sampel tersebut, maka segera berkonsultasi ke dokter. Saat ini pemeriksaan HPV DNA dengan metode Hybrid capture II yang telah mendapat persetujuan dari Food and Drug Administration (FDA) untuk pemeriksaan rutin deteksi infeksi HPV.

Semua wanita yang pernah melakukan hubungan seksual sangat dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan rutin kanker serviks secara berkala, dengan ketentuan:

#. Tiga tahun setelah hubungan seksual pertama, apabila hasilnya normal selanjutnya dilakukan rutin setahun sekali.

#. Setiap tahun atau sesuai dengan saran dokter, apabila terdapat hasil yang tidak normal.

#. Setiap tahun dan dianjurkan selain pap smear ditambah pemeriksaan HPV DNA, karena pada usia di atas 30 tahun risiko infeksi HPV menetap meningkat.

Selain bermanfaat untuk memantau kesehatan, pemeriksaan secara rutin juga lebih hemat biaya, bila dibandingkan dengan biaya yang harus dikeluarkan selama menjalani pengobatan kanker stadium lanjut, akibat tidak pernah memantau kesehatan.